ilustrasi pasukakn pembebasan dalam operasi woyla pada 1981, dan Bandar udara Kemayoran |
Saat itu pesawat yang transit di bandara
Talangbetutu, Palembang baru saja lepas landas menuju Bandara Polinia, Medan.
Pesawat kemudian dibelokkan menuju bandara internasional Penang, Malaysia.
Awalnya, belum diketahui siapa pelaku
pembajakan pesawat dengan nomor penerbangan 206 itu. Departemen Pertahanan dan
Keamanan yang menangani pembajakan itu hanya mengatakan pembajak dapat
berbahasa Indonesia. "Pesawat dibajak oleh enam orang yang dapat berbahasa
Indonesia.
Mereka bersenjatakan pistol dan beberapa buah
granat," tulis Harian Kompas, berdasarkan keterangan Menteri Hankam
Muhammad Jusuf. Dephankam kemudian menugaskan Wakil Panglima ABRI Laksamana
Sudomo untuk menangani pembajakan pesawat itu. Beberapa waktu kemudian,
diketahui bahwa pembajak berjumlah lima orang.
Mereka menuntut pembebasan 80 orang tahanan
yang terlibat dalam penyerangan Kosekta 8606 Pasir Kaliki di Bandung pada 11
Maret 1981. Para pembajak juga menuntut tebusan uang tunai sebesar 1,5 juta
dollar AS.
Pembajakan ini tercatat sebagai peristiwa
terorisme pertama dan hingga saat ini menjadi satu-satunya dalam sejarah
maskapai penerbangan Indonesia. Ada 48 penumpang di dalam pesawat. Sebanyak 33
orang terbang dari Jakarta, dan sisanya berasal dari Palembang. Pesawat itu
dibawa oleh pilot Kapten Herman Rante dan kopilot Hedhy Djuantoro.
Sekitar pukul 11.20 WIB, pesawat itu tiba di
Penang. Ketika itu, pesawat minta bahan bakar, tanpa memberitahu tujuan berikutnya.
Pembajak juga menurunkan seorang penumpang, Hulda Panjaitan yang berusia 76
tahun. Karena pesawat itu dimanfaatkan untuk rute dalam negeri, maka tidak
dilengkapi peta untuk rute penerbangan internasional. Pesawat itu kemudian
diterbangkan ke Bangkok, setelah pembajak dipenuhi permintaannya.
Puncaknya terjadi pada 31 Maret 1981, di
Bandara Mueang, Bangkok, Thailand. Saat itu, pasukan Grup 1 Para Komando dari
Komando Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha, sekarang bernama Kopassus) yang
dipimpin Letkol Infanteri Sintong Panjaitan melakukan operasi pembebasan. Empat
orang teroris ditembak mati dalam peristiwa pembebasan yang berlangsung selama
tiga menit itu. Sedangkan satu orang teroris, Imran bin Muhammad Zein,
ditangkap lalu dihukum mati.
Pilot Kapten Herman Rante dan anggota
Koppasandha bernama Achmad Kirang menjadi korban tewas dalam operasi
pembebasan. Keduanya menderita luka tembak, dan gagal diselamatkan meski sudah
dibawa ke rumah sakit
Walaupun ini merupakan salah satu musibah,
kasus ini menjadi salah satu lompatan bagi militer Indonesia. Ini dikarenakan
pembajakan ini berhasil di sabotase oleh ABRI kurang dari 5 menit. Dan ini
membuat mata seluruh dunia terbuka dan menganggap Indonesia sebagai salah satu
negara yang memiliki Militer terbaik di Asia bahkan di dunia.
BalasHapusayo daftarkan diri anda di 4g3n365*c0m :D
WA : +85587781483