IDINFO.ID - 54 tahun yang lalu, atau tepatnya pada tanggal
11 Maret 1966, surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR) diterbitkan. Surat itu
menjadi tanda pergantian era dari orde lama yang dipimpin Soekarno menuju era
orde baru yang dipimpin Soeharto.
Pada surat itu, Soekarno memberi wewenang kepada
Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban setelah peristiwa G30S PKI.
Namun dalam mengambil wewenang itu, Soeharto
justru bertindak agresif dengan membubarkan PKI dan menangkapi orang-orang yang
diduga terlibat dalam gerakan 30 September. Atas tindakan agresif itu, Soekarno
sempat melayangkan surat susulan sebagai protes.
Tapi, sejak keluarnya surat itu kekuasaan
Soekarno semakin meredup dan setahun berselang kekuasaannya diganti Soeharto.
Sampai saat ini apa isi surat itu dan bagaimana surat itu dikeluarkan masih
menjadi misteri.
Ada 3 versi yang beredar
mengenai isi Supersemar. Namun versi yang ada itu diyakini tidak 100 persen
asli. Berikut 7 fakta Supersemar yang menandakan akhir era Orde baru.
Pemulihan Keamanan Pasca G30S PKI
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
dikeluarkan enam bulan setelah terjadinya G30S PKI. Pada peristiwa itu, 6 orang
jenderal senior dan beberapa orang dibunuh. Pasukan pengawal presiden
Cakrabirawa dituduh menjadi inisiator dalam pembunuhan itu.
Enam bulan berselang, Soekarno meminta Soeharto
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan ketertiban dan
keamanan umum. Langkah pertama Soeharto pasca keluarnya surat itu adalah dengan
membubarkan PKI sehari berselang.
Dilansir dari Historia.id, Probosutedjo, adik
Soeharto, mengatakan tidak ada kalimat yang menyebutkan untuk membubarkan PKI
pada Supersemar.
"Tetapi Mas Harto
memiliki keyakinan pemulihan keamanan hanya akan terjadi bila PKI
dibubarkan," tulis Probosutedjo dalam bukunyaSaya dan Mas Harto
Soekarno Melayangkan Protes
Atas Tindakan Soeharto, Soekarno melayangkan
surat berisi protes. Dilansir dari Liputan6.com (11/3/2019), surat itu berisi
peringatan kepada Soeharto kalau wewenangnya hanya pada pemulihan keamanan dan
ketertiban, bukan membubarkan partai politik. Mengenai hal ini, Soeharto tidak
pernah memberikan tanggapan apapun sampai dia meninggal.
Utusan Soeharto Menghadap Soekarno
Pada tanggal 11 Maret 2020, atau sebelum surat
itu dikeluarkan, tiga utusan Letnan Jenderal Soeharto dikirim untuk menghadap
Soekarno di Istana Bogor. Mereka bertiga adalah Brigadir Jenderal M. Yusuf,
Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rachmat.
Banyak versi yang beredar bagaimana keadaan di
Istana Bogor waktu ketiganya menghadap Soekarno. Salah satunya ada yang
mengatakan Soekarno ditodong pistol. Ada pula yang mengatakan kalau Soekarno
menandatangani surat itu dengan sukarela.
Soekarno Merasa Dikentuti
5 bulan berselang,
tepatnya pada 17 Agustus 1966 dalam pidatonya yang berjudul "Jangan
Sekali-Kali Meninggalkan Sejarah", Soekerno menegaskan bahwa Supersemar
bukanlah "transfer of sovereignity"
ataupun "transfer of authority". Sama sekali bukan
pengalihan kekuasaan.
Dilansir dari Liputan6.com, dalam pidatonya itu,
Soekarno mengecam pihak-pihak yang mengkhianatinya.
"Jangan jegal perintah saya. Jangan saya
dikentuti," pekik Soekarno dalam pidatonya itu.
Tiga Versi Surat
Arsip Nasional Indonesia (ANRI) memiliki tiga
versi Supersemar yang berbeda. Dari ketiganya, diyakini tidak semuanya yang 100
persen asli. ANRI sendiri sudah menghabiskan waktu belasan tahun untuk mencari
keberadaan surat tersebut. Namun hasilnya masih nihil. Berikut isi salah satu
tiga versi surat yang beredar:
1.
Mengambil segala
tindakan untuk pemulihan keamanan dan ketenangan, serta kestabilan jalannnya
pemerintahan dan revolusi, menjamin keselamatan dan kewibawaan pemimpin negara,
dan melaksanakan dengan pasti ajaran pemimpin besar revolusi.
2.
mengadakan koordinasi
pelaksanaan perintah dengan panglima-panglima angkatan lain dengan
sebaik-baiknya
3.
Melaporkan sesuatu yang
bersangkut-paut dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Naskah Versi Jenderal Muhammad Jusuf
Panglima TNI Jenderal
Muhammad Jusuf mengatakan kalau surat itu ditulis oleh Komandan Tjakrabirawa
Brigjen Saboer dengan karbon rangkap tiga. Salinan pertama yang merupakan
naskah utama ditandatangani Soekarno dan kemudian diserahkan kepada Soeharto.
Setelah diserahkan, naskah itu tak pernah terlihat lagi.
Naskah kedua disimpan oleh Brigjen Saboer
sementara naskah ketiga disimpan oleh Jusuf sendiri. Salinan kedua dan ketiga
tidak pernah ditandatangani oleh Soekarno dan surat itu tidak pernah lagi
disinggung oleh Muhammad Jusuf.
"Surat yang asli
sudah dibawa Basuki (Rachmat) ke Soeharto. Jadi jangan kau tanyakan lagi
padaku," kata Jusuf dalam biografinya yang berjudul Panglima Para Prajurit yang ditulis Atmadji
Sumarkidjo, dilansir dari Liputan6.com (11/3/2019)
Kemenangan Politik Soeharto
Setahun setelah peristiwa Supersemar, atau
tepatnya pada 12 Maret 1967, Soeharto dilantik sebagai presiden Republik
Indonesia menggantikan Soekarno. Dilansir dari Brilio.com, Jusuf Wanandi,
seorang saksi sejarah sekaligus aktivis Kesatuan Mahasiswa Indonesia (KAMI)
pada saat Supersemar keluar, menyebutnya sebagai kemenangan hukum dan politik
Soeharto.
Menurut Muhammad Jusuf, peristiwa itu
menunjukkan bukti kelicikan Soeharto agar tidak terdorong untuk berhadapan
langsung dengan Soekarno. Setelah peristiwa ini, Soeharto justru menjadikan
Soekarno sebagai tahanan rumah. Dilansir dari Historia.id, Pada masa
pemerintahan Soeharto, Soekarno tidak mendapatkan perawatan yang baik sampai
dia meninggal pada 21 Juni 1970.
AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong dan capsa :)
BalasHapusayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)