Kondisi Bantaran Kali Ciliwung yang berada di kawasan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. |
INFO.ID - Disebut sebagai negara terbesar kedua penyumbang sampah plastik lautan di dunia, Indonesia memiliki target ambisius untuk mengurangi sampah plastik lautan hingga 70 persen pada tahun 2025.
Pemerintah Indonesia mungkin harus mempertimbangkan beberapa hal
untuk mencapai target tersebut. Pada tahun 2018, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh beberapa peneliti tanah air mengindikasikan bahwa Sungai
Ciliwung, yang membelah ibu kota negara, Jakarta, berada dalam daftar sungai
terkotor di dunia.
Wageningen University and
Research di Belanda sedang berkolaborasi dengan universitas-universitas di
Indonesia, seperti ITB, ITS, IPB, LIPI, serta Kementerian Maritim dan
Perikanan, untuk melakukan studi terhadap 20 sungai terkotor di Pulau Jawa,
pulau terpadat penduduk di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan
rekomendasi berbasis data terkait dengan penurunan sampah plastik di Indonesia.
Penelitian yang melibatkan
ilmuwan dari Indonesia dan Belanda serta bekerja sama dengan Waste4Change
tersebut menemukan bahwa sampel yang diambil dari Sungai Ciliwung tercemar
lebih parah ketimbang setidaknya 20 sungai di Eropa dan Asia Tenggara yang juga
menjadi subyek penelitian.
Penieliti melakukan
pengawasan terhadap makroplastik, atau plastik dengan ukuran lebih dari 5
milimeter, di lima lokasi di sepanjang Sungai Ciliwung pada Mei 2018. Hasilnya,
sebanyak 20.000 barang berbahan plastik mengalir ke Laut Jawa setiap jam. Angka
ini jauh lebih tinggi daripada Sungai Chao Phraya di Thailand sebanyak 5.000
barang per jam, Sungai Seine di Perancis sebanyak 700 per jam, dan Sungai Rhine
di Belanda dengan 80 per jam.
Selain itu, studi ini juga
menghitung berat total sampah plastik dari seluruh kali di Jakarta mencapai 2,1
juta kilogram. Ini setara dengan 1.000 mobil Tesla Model S. Penemuan menarik
lainnya Dari lima lokasi yang di survei, menunjukkan bahwa masyarakat banyak
membuang sampah rumah tangga mereka langsung ke sistem air.
Penemuan lainnya adalah
jumlah sampah plastik lebih tinggi saat lebih banyak air. Hal ini menjadi
penting karena menunjukkan bahwa sampah plastik akan lebih banyak dialirkan
pada musim hujan, yang menjadi puncak aliran air.
Apabila Jakarta ingin
berkontribusi dalam penurunan polusi plastik global, maka perlu menurunkan
sampah plastik sebelum memasuki musim puncak, yaitu musim hujan. Langkah
selanjutnya Dari perspektif sains, saya mengusulkan agar kota-kota dan
negara-negara di dunia, termasuk Indonesia untuk melakukan monitoring sampah
plastik di sungai dan kanal mereka.
Walau terbilang baru,
penelitian yang dinamakan sebagai riverine plastic pollution atau sampah
plastik dari sungai memiliki kunci untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke
lautan. Perlu ada titik ukur (benchmark) dalam melihat polusi plastik di sungai
di seluruh dunia. Hal ini akan membantu pemerintah menentukan prioritas sungai
yang harus dibersihkan terlebih dahulu dan menjamin efisiensi teknologi yang
dipilih.
Mengetahui asal sampah
plastik, cara mereka memasuki sistem air dan perbedaan setiap tahun penting
bagi para pemangku kepentingan untuk mencegah agar tidak banyak sampah yang
akhirnya terbuang ke laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar