INFO.ID - Siapa kini yang tak kenal TikTok? Aplikasi media sosial berbasis
video pendek itu kini dimanfaatkan pengguna untuk pamer konten kreatif, atau
sekadar lucu-lucuan.
Bahkan, seseorang bisa
viral berkat video TikTok yang dibuatnya. Namun, tahukah Anda bahwa TikTok
merupakan aplikasi yang dibuat oleh perusahaan teknologi asal China, Bytedance?
Karena buatan China,
aplikasi ini pun kerap dicap negatif oleh sejumlah pihak, terutama oleh Amerika
Serikat (AS).
Bahkan, pemerintah AS
belakangan ini melarang aplikasi tersebut dipakai di pemerintahan dan ranah
militer dengan dalih khawatir data penggunanya dicuri oleh badan intelijen
China.
Namun, jauh sebelum
dicurigai oleh AS, bahkan sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2017,
Bytedance sendiri agaknya ingin memisahkan stereotip merek China yang melekat
di aplikasi TikTok dengan beragam upaya.
Apa saja? Strategi ganti
nama dan akuisisi Musical.ly TikTok yang kita kenal sebenarnya merupakan versi
global dari aplikasi Bytedance lainnya, yaitu A.me yang dirilis pada September
2016 silam. Nama A.me kemudian diganti menjadi Douyin beberapa bulan kemudian
(Desember 2016) dan namanya masih sama hingga sekarang.
Diketahui, aneka fitur di
aplikasi Douyin dan TikTok memang identik satu sama lain. Hanya saja, server
Douyin dan TikTok berbeda, sehingga pengguna sejatinya tidak bisa melihat video
yang diunggah di aplikasi Douyin dari TikTok, begitu juga sebaliknya.
Douyin dikhususkan untuk
warga China lantaran kebijakan pemakaian aplikasi disesuaikan dengan aturan di
sana, misalnya terkait kebijakan sensor dalam konten. Sementara TikTok sendiri
diklaim tidak terikat peraturan yang berlaku di Negeri Tirai Bambu.
Untuk lebih dekat dengan
pengguna asal AS, TikTok sempat mengakuisisi platform serupa, Musical.ly, pada
November 2017 dan menggabungkannya dengan aplikasi TikTok pada Agustus 2018.
Adapun maksud dari
penyatuan kedua aplikasi ini disebut untuk menciptakan basis komunitas video
pendek yang lebih luas. Sebab, kala itu, Musical.ly boleh dibilang cukup
populer di AS, sementara TikTok justru memetik popularitas di negara lain di
luar AS, seperti kawasan Eropa dan Asia.
Kendati dimiliki oleh
Bytedance yang bermarkas di kota Beijing, China, TikTok sendiri sebenarnya
belum memiliki kantor pusat (headquarters).
Alhasil, beberapa bulan
lalu, berdasarkan laporan TheWallStreetJournal, pihaknya berencana untuk
membangun kantor pusat di luar Negeri Tirai Bambu untuk operasi globalnya.
Ada beberapa negara yang
menjadi kandidat kuat untuk lokasi kantor pusat TikTok, yakni Dublin
(Irlandia), London (Inggris), atau Singapura.
Pemindahan kantor global
juga diharapkan dapat mendekatkan TikTok dengan negara di mana layanannya
berkembang, yaitu di Asia Tenggara, Eropa, serta AS.
Di AS sendiri, TikTok
sebenarnya sudah punya kantor permanen yang berlokasi di Culver City, LA. Hanya
saja, kantor tersebut memang berfungsi untuk operasi TikTok di wilayah AS saja,
bukan secara global.
Selain ingin merintis
kantor pusat baru di luar China, ByteDance juga ingin mencari bos atau Chief
Executive Officer (CEO) baru untuk TikTok. Menurut seorang sumber yang dilansir
oleh Bloomberg, ByteDance tengah mencari dan mewawancarai kandidat untuk
mengisi jabatan CEO TikTok.
Menariknya, kandidat untuk
mengisi jabatan tersebut harus berasal dari AS. Nantinya, CEO TikTok ini bakal
menjalankan operasi TikTok yang tidak begitu teknis, seperti urusan pemasaran
dan sebagainya, namun dalam skala global.
Kehadiran CEO TikTok
sendiri sejatinya tak akan bersinggungan dengan petinggi TikTok yang sudah ada.
Alex Zhu, mantan CEO
Musical.ly yang kini menjabat sebagai Head of TikTok, misalnya, masih akan
mengurus serta mengelola produk dan persoalan teknis aplikasi TikTok di luar
China.
Sementara Vanessa Pappas
selaku General Manager TikTok di AS, Amerika Utara, dan Australia, akan
mengurus masalah pemasaran serta kampanye aplikasi tersebut di kawasan yang ia
pegang.
Hingga saat ini, belum ada
informasi apakah posisi CEO TikTok sudah diisi atau belum.
Lantas, apakah beragam upaya yang dilakukan ByteDance ini akan membuat TikTok lepas dari stigma produk buatan China? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar